kembali ke depan | kembali ke Kumpulan Peraturan
Sumber Data : KPU, April 2003
UU PEMILU
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB II PESERTA
PEMILIHAN UMUM
BAB III HAK
MEMILIH
BAB IV
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
BAB V DAERAH
PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI
BAB VI PENDAFTARAN
PEMILIH
BAB VII PENCALONAN
ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA
BAB VIII
KAMPANYE
BAB IX PEMUNGUTAN,
PENGHITUNGAN SUARA, DAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM
BAB X PENETAPAN
PEROLEHAN KURSI DAN CALON TERPILIH
BAB XI PENETAPAN
DAN PEMBERITAHUAN CALON TERPILIH
BAB XII
PENGGANTIAN CALON TERPILIH
BAB XIII
PENGHITUNGAN DAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG, PEMILIHAN UMUM LANJUTAN DAN PEMILIHAN
UMUM SUSULAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
NOMOR 12 TAHUN 2003
TENTANG
PEMILIHAN UMUM
ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,
DEWAN PERWAKILAN
DAERAH, DAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
Mengingat:
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
dan
PRESIDEN REPUBLIK
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM
ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Pemilihan umum
yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat
dalam Negara Kesatuan Republik
2.
Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota selanjutnya secara berturut-turut
disebut DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
3.
Komisi Pemilihan
Umum yang selanjutnya disebut KPU adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap,
dan mandiri, untuk menyelenggarakan Pemilu.
4.
Komisi Pemilihan
Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah pelaksana Pemilu di provinsi dan
kabupaten/kota yang merupakan bagian dari KPU.
5.
Panitia
Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemilihan Luar Negeri, Panitia Pemungutan Suara,
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara Luar Negeri selanjutnya disebut PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN.
6.
Pengawas Pemilu
adalah Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panita
Pengawas Pemilu Kabupaten/
7.
Penduduk adalah
warga negara Republik
8.
Pemilih adalah
penduduk yang berusia sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) tahun atau
sudah/pernah kawin.
9.
Peserta Pemilu
adalah partai politik dan perseorangan calon anggota DPD.
10.
Partai Politik
Peserta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai
peserta Pemilu.
11.
Kampanye Pemilu
adalah kegiatan peserta Pemilu dan/atau calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan
program-programnya.
12.
Tempat
Pemungutan Suara dan Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri yang selanjutnya
disebut TPS dan TPSLN adalah tempat pemilih memberikan suara pada hari
pemungutan suara.
13.
Bilangan Pembagi
Pemilihan yang selanjutnya disingkat dengan BPP adalah bilangan yang diperoleh
dari hasil pembagian jumlah suara sah dengan jumlah kursi di daerah pemilihan
untuk menentukan jumlah perolehan kursi partai politik peserta Pemilu dan
terpilihnya anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
14.
Tahapan
penyelenggaraan Pemilu adalah rangkaian kegiatan Pemilu yang dimulai dari
pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta Pemilu, penetapan peserta Pemilu,
penetapan jumlah kursi, pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, penetapan hasil
Pemilu, sampai dengan pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pasal 2
Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pasal 3
Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pasal 4
Pemilu dilaksanakan setiap 5
(
Pasal 5
(1) Peserta Pemilu untuk
memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten
/
(2) Peserta Pemilu untuk
memilih anggota DPD adalah perseorangan.
Pasal 6
(1)
Pemilu untuk
memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan
sistem proporsional dengan daftar calon terbuka.
(2) DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.
BAB II
PESERTA PEMILIHAN UMUM
Bagian
Pertama
Peserta Pemilihan Umum dari Partai Politik
Pasal 7
(1) Partai
Politik dapat menjadi peserta Pemilu apabila memenuhi syarat:
(2) Partai politik yang telah terdaftar, tetapi tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat menjadi
peserta Pemilu.
(3) KPU
menetapkan tata cara penelitian dan melaksanakan penelitian keabsahan
syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Penetapan tata cara penelitian, pelaksanaan
penelitian, dan penetapan keabsahan kelengkapan syarat-syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPU dan bersifat final.
Pasal 8
Dalam mengajukan
nama dan tanda gambar partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf f, partai politik dilarang menggunakan nama dan tanda gambar yang sama
dengan:
a.
bendera atau
lambang negara Republik
b.
lambang lembaga
negara atau lambang pemerintah;
c.
nama, bendera,
atau lambang negara lain dan nama, bendera, atau lambang lembaga/badan
internasional;
d.
nama dan gambar
seseorang; atau
e.
nama dan tanda
gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama
dan tanda gambar partai politik lain.
Pasal 9
(1) Untuk dapat
mengikuti Pemilu berikutnya, Partai Politik Peserta Pemilu harus:
(2) Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengikuti Pemilu
berikutnya apabila:
Pasal 10
(1) Jadwal waktu
pendaftaran partai politik untuk menjadi peserta Pemilu ditetapkan oleh KPU.
(2) Penetapan nomor urut partai politik sebagai
peserta Pemilu dilakukan melalui undian oleh KPU dan dihadiri oleh seluruh
Partai Politik Peserta Pemilu.
Bagian Kedua
Peserta Pemilihan Umum dari
Perseorangan
Pasal 11
(1) Untuk dapat menjadi calon anggota DPD,
peserta Pemilu dari perseorangan harus memenuhi syarat dukungan dengan
ketentuan:
(2)
Dukungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di sekurang-kurangnya 25% (dua puluh
(3)
Persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan tanda tangan
atau cap jempol dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau identitas lain yang sah.
(4)
Seorang
pendukung tidak diperbolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari satu orang
calon anggota DPD.
(5)
Dukungan yang
diberikan kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dinyatakan batal.
(6)
Jadwal waktu
pendaftaran peserta Pemilu calon anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
Pasal 12
(1) Perseorangan yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tidak dapat
menjadi peserta Pemilu.
(2) KPU menetapkan keabsahan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan
penetapan dimaksud bersifat final.
(3) KPU menetapkan tata cara penelitian dan
melaksanakan penelitian keabsahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
BAB III
HAK MEMILIH
Pasal 13
Warga negara Republik
Pasal 14
(1) Untuk dapat menggunakan hak memilih,
warga negara Republik
(2) Untuk
dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Republik
(3) Seorang warga negara Republik
BAB IV
PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM
Bagian Pertama
Umum
Pasal 15
(1) Pemilu
diselenggarakan oleh KPU yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
(2)
KPU bertanggungjawab atas penyelenggaraan Pemilu.
(3) Dalam melaksanakan
tugasnya, KPU menyampaikan laporan dalam tahap penyelenggaraan Pemilu kepada
Presiden dan DPR.
Pasal 16
(1) Jumlah anggota:
(2) Keanggotaan KPU terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota, dibantu seorang wakil ketua merangkap anggota, dan para
anggota.
(3) Ketua dan wakil ketua KPU dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Setiap anggota KPU mempunyai hak suara yang sama.
Pasal 17
(1)
Struktur organisasi penyelenggara Pemilu terdiri atas KPU, KPU Provinsi,
dan KPU Kabupaten/Kota.
(2)
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah pelaksana Pemilu di provinsi
dan kabupaten/kota yang merupakan bagian dari KPU.
(3)
Dalam menjalankan tugasnya, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
mempunyai sekretariat.
(4)
Pola organisasi dan tata kerja KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Presiden berdasarkan usul KPU
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)
Dalam pelaksanaan Pemilu, KPU Kabupaten/Kota membentuk PPK dan PPS.
(6)
Dalam melaksanakan pemungutan suara di TPS, PPS membentuk KPPS.
(7)
Tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir 2 (dua) bulan
setelah hari pemungutan suara.
(8)
Tugas PPS dan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berakhir 1 (satu)
bulan setelah hari pemungutan suara.
(9)
Dalam pelaksanaan Pemilu di luar negeri, KPU membentuk PPLN dan
selanjutnya PPLN membentuk KPPSLN.
(10)
Tugas PPLN
dan KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berakhir 1 (satu) bulan setelah
hari pemungutan suara.
(11)
Untuk
mengawasi pelaksanaan Pemilu, KPU membentuk Pengawas Pemilu.
Pasal 18
Syarat untuk dapat menjadi anggota KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/
a.
warga negara
Republik
b.
setia kepada
Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
c.
mempunyai
integritas pribadi yang kuat, jujur, dan adil;
d.
mempunyai
komitmen dan dedikasi terhadap suksesnya Pemilu, tegaknya demokrasi dan
keadilan;
e.
memiliki
pengetahuan yang memadai tentang sistem kepartaian, sistem dan proses
pelaksanaan Pemilu, sistem perwakilan rakyat, serta memiliki kemampuan
kepemimpinan;
f.
berhak memilih
dan dipilih;
g.
berdomisili
dalam wilayah Republik
h.
sehat jasmani
dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari rumah sakit;
i.
tidak menjadi
anggota atau pengurus partai politik;
j.
tidak pernah
dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(
k.
tidak sedang
menduduki jabatan politik, jabatan struktural, dan jabatan fungsional dalam
jabatan negeri;
l.
bersedia bekerja
sepenuh waktu.
Pasal 19
(1) Calon anggota KPU diusulkan oleh Presiden untuk
mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk ditetapkan sebagai anggota
KPU.
(2) Calon anggota KPU Provinsi diusulkan oleh
gubernur untuk mendapat persetujuan KPU untuk ditetapkan sebagai anggota KPU
Provinsi .
(3) Calon anggota KPU Kabupaten/Kota diusulkan oleh
bupati/walikota untuk mendapat persetujuan KPU Provinsi untuk ditetapkan sebagai
anggota KPU Kabupaten/Kota.
(4) Calon anggota KPU yang diusulkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) , ayat (2), dan ayat (3) sebanyak 2 (dua) kali jumlah
anggota yang diperlukan.
(5) Penetapan keanggotaan KPU dilakukan oleh:
(6) Masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota adalah 5 (
Pasal 20
(1) Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu karena:
(2) Pemberhentian anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
(3) Penggantian antarwaktu anggota KPU, KPU Provinsi,
dan KPU Kabupaten/Kota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 19.
Pasal 21
Untuk menjaga
kemandirian, integritas, dan kredibilitas, KPU menyusun kode etik yang bersifat
mengikat serta wajib dipatuhi oleh KPU.
Pasal 22
(1) Untuk memeriksa pengaduan adanya pelanggaran kode
etik yang dilakukan oleh anggota KPU, dibentuk Dewan Kehormatan KPU yang
bersifat ad hoc.
(2) Keanggotaan Dewan Kehormatan KPU sebanyak 3
(tiga) orang terdiri atas seorang ketua dan anggota-anggota yang dipilih dari
dan oleh anggota KPU.
(3) Dewan Kehormatan KPU merekomendasikan tindak
lanjut hasil pemeriksaannya kepada KPU.
(4) Mekanisme kerja Dewan Kehormatan KPU ditetapkan
oleh KPU.
Pasal 23
Keuangan KPU
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.
Pasal 24
(1) Sebelum menjalankan tugas, anggota KPU, KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN mengucapkan
sumpah/janji.
(2) Sumpah/janji anggota KPU, KPU Provinsi, KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, PPLN, KPPS, dan KPPSLN adalah sebagai berikut:
“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
Bahwa saya akan
memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota KPU/ KPU Provinsi/KPU
Kabupaten/Kota/PPK/PPS/PPLN/KPPS/KPPSLN dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya;
Bahwa saya akan menyelenggarakan Pemilihan Umum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Bahwa saya
dalam menjalankan tugas dan kewajiban tidak akan tunduk pada tekanan dan
pengaruh apa pun dari pihak mana pun yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
Bahwa saya dalam menjalankan tugas dan kewenangan,
akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya
Pemilihan Umum, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan
Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan”.
Bagian Kedua
Komisi Pemilihan Umum
Pasal 25
Tugas dan wewenang KPU adalah:
a.
merencanakan
penyelenggaraan Pemilu;
b.
menetapkan
organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan Pemilu;
c.
mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan
mengendalikan semua tahapan pelaksanaan Pemilu;
d.
menetapkan
peserta Pemilu;
e.
menetapkan
daerah pemilihan, jumlah kursi dan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota;
f.
menetapkan
waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara;
g.
menetapkan hasil
Pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota;
h.
melakukan
evaluasi dan pelaporan pelaksanaan Pemilu;
i.
melaksanakan
tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.
Pasal 26
KPU berkewajiban:
a.
memperlakukan
peserta Pemilu secara adil dan setara guna menyukseskan Pemilu;
b.
menetapkan
standardisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan
penyelenggaraan Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c.
memelihara arsip
dan dokumen Pemilu serta mengelola barang inventaris KPU berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
d.
menyampaikan
informasi kegiatan kepada masyarakat;
e.
melaporkan
penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah
pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD;
f.
mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
diterima dari APBN; dan
g.
melaksanakan
kewajiban lain yang diatur undang-undang.
Pasal 27
(1) Sekretariat jenderal KPU dipimpin oleh sekretaris
jenderal dan dibantu oleh wakil sekretaris jenderal.
(2) Sekretaris jenderal dan wakil sekretaris jenderal
adalah pegawai negeri sipil yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan
Presiden.
(3) Sekretaris jenderal dan wakil sekretaris jenderal
dipilih oleh KPU dari masing-masing 3 (tiga) orang calon yang diajukan oleh
pemerintah dan selanjutnya ditetapkan dengan keputusan Presiden.
(4) Pegawai sekretariat jenderal diisi oleh pegawai
negeri sipil.
Bagian Ketiga
Komisi Pemilihan Umum Provinsi
Pasal 28
Tugas dan wewenang KPU Provinsi adalah:
a.
merencanakan
pelaksanaan Pemilu di provinsi;
b.
melaksanakan
Pemilu di provinsi;
c.
menetapkan hasil
Pemilu di provinsi;
d.
mengkoordinasi
kegiatan KPU Kabupaten/Kota; dan
e.
melaksanakan
tugas lain yang diberikan oleh KPU.
Pasal 29
KPU Provinsi berkewajiban:
a.
memperlakukan
peserta Pemilu secara adil dan setara;
b.
menyampaikan
informasi kegiatan kepada masyarakat;
c.
menjawab
pertanyaan serta menampung dan memproses pengaduan dari peserta Pemilu dan
masyarakat;
d.
menyampaikan
laporan secara periodik dan mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan pelaksanaan
Pemilu kepada KPU;
e.
menyampaikan
laporan secara periodik kepada gubernur;
f.
mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
diterima dari APBN dan APBD; dan
g.
melaksanakan
kewajiban lain yang diatur undang-undang.
Pasal 30
(1) Sekretariat KPU Provinsi dipimpin oleh seorang
sekretaris.
(2) Sekretaris KPU Provinsi adalah pegawai negeri
sipil yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Sekretaris Jenderal KPU.
(3) Sekretaris KPU Provinsi dipilih oleh KPU Provinsi
dari 3 (tiga) orang calon yang diajukan oleh gubernur dan selanjutnya ditetapkan
dengan keputusan Sekretaris Jenderal KPU.
Bagian Keempat
Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten/
Pasal 31
Tugas dan wewenang KPU Kabupaten/Kota:
a.
merencanakan
pelaksanaan Pemilu di kabupaten/kota;
b.
melaksanakan
Pemilu di kabupaten/kota;
c.
menetapkan hasil
Pemilu di kabupaten/kota;
d.
membentuk PPK,
PPS, dan KPPS dalam wilayah kerjanya;
e.
mengkoordinasi
kegiatan panitia pelaksana Pemilu dalam wilayah kerjanya; dan
f.
melaksanakan
tugas lain yang diberikan oleh KPU dan KPU Provinsi.
Pasal 32
KPU Kabupaten/Kota berkewajiban:
a.
memperlakukan
peserta Pemilu secara adil dan setara;
b.
menyampaikan
informasi kegiatan kepada masyarakat;
c.
menjawab
pertanyaan serta menampung dan memproses pengaduan dari peserta Pemilu dan
masyarakat;
d.
menyampaikan
laporan secara periodik dan mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan pelaksanaan
Pemilu kepada KPU Provinsi;
e.
menyampaikan
laporan secara periodik kepada bupati/walikota;
f.
mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
diterima dari APBN dan APBD; dan
g.
melaksanakan
seluruh kewajiban lainnya yang diatur undang-undang.
Pasal 33
(1) Sekretariat KPU Kabupaten/Kota dipimpin oleh
seorang sekretaris.
(2) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota adalah pegawai
negeri sipil yang diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Sekretaris
Jenderal KPU.
(3) Sekretaris KPU Kabupaten/Kota dipilih oleh KPU
Kabupaten/Kota dari 3 (tiga) orang calon yang diajukan oleh bupati/walikota dan
selanjutnya ditetapkan dengan keputusan Sekretaris Jenderal KPU.
Bagian
Kelima
Panitia Pemilihan Kecamatan dan Panitia
Pemungutan Suara
Pasal 34
(1) Untuk
melaksanakan Pemilu di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan, dibentuk PPK dan
PPS.
(2) PPK dan PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 35
(1) PPK berkedudukan di pusat pemerintahan
kecamatan.
(2) Tugas dan wewenang PPK adalah:
Pasal 36
(1) Anggota PPK
sebanyak 5 (
(2) Anggota PPK diangkat dan diberhentikan oleh KPU Kabupaten/Kota
atas usul camat.
(3) Dalam melaksanakan tugas, PPK dibantu oleh
sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris dari pegawai negeri sipil yang
ditunjuk oleh camat.
(4) Pegawai sekretariat PPK adalah pegawai
kecamatan.
(5) Kepala sekretariat dan personel sekretariat diangkat dan
diberhentikan oleh camat atas usul PPK.
(6) Tugas sekretariat PPK
berakhir 2 (dua) bulan setelah pemungutan suara.
Pasal 37
(1) PPS berkedudukan di desa/kelurahan.
(2) Anggota PPS sebanyak 3 (tiga) orang berasal dari tokoh masyarakat.
(3) Anggota PPS diangkat dan diberhentikan oleh PPK atas usul kepala
desa/kepala kelurahan.
(4) Tugas dan wewenang PPS adalah:
Pasal 38
(1) PPLN berkedudukan di kantor perwakilan Republik
(2) Anggota PPLN sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang dan berasal
dari wakil masyarakat
(3) Anggota PPLN diangkat
dan diberhentikan oleh KPU atas usul Kepala Perwakilan Republik
(4) Susunan keanggotaan PPLN terdiri atas
seorang ketua, seorang wakil ketua, dan anggota.
(5) Tugas dan wewenang
PPLN adalah:
Pasal 39
(1) KPPS bertugas melaksanakan pemungutan suara dan
penghitungan suara Pemilu di TPS.
(2) Anggota KPPS sebanyak 7 (tujuh) orang.
(3) Untuk melaksanakan tugas KPPS, di setiap TPS
diperbantukan petugas keamanan dari satuan pertahanan sipil/perlindungan
masyarakat sebanyak 2 (dua) orang.
(4) KPPS berkewajiban membuat berita acara pemungutan
dan penghitungan suara serta membuat sertifikat hasil penghitungan suara untuk
disampaikan kepada PPS.
Pasal 40
(1) KPPSLN bertugas melaksanakan pemungutan suara
Pemilu di TPSLN.
(2) Anggota KPPSLN sebanyak-banyaknya 7 (tujuh)
orang.
(3) KPPSLN berkewajiban membuat berita acara
pemungutan dan penghitungan suara serta membuat sertifikat hasil penghitungan
suara untuk disampaikan kepada PPLN.
Pasal 41
Syarat untuk menjadi anggota PPK, PPLN, PPS,
KPPS, dan KPPSLN adalah sebagai berikut:
a.
warga negara
Republik
b.
berumur
sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) tahun;
c.
berdomisili di
wilayah kerja PPK, PPLN, PPS, KPPS, dan KPPSLN;
d.
terdaftar
sebagai pemilih; dan
e.
tidak menjadi
pengurus partai politik.
Pasal 42
Uraian tugas dan
tata kerja PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN lebih lanjut ditetapkan oleh KPU.
Bagian Keenam
Pengadaan dan Distribusi
Perlengkapan Pelaksanaan Pemilihan Umum
Pasal 43
(1) Pengadaan dan pendistribusian
(2) Pengadaan
(3) Jumlah
(4) Pengadaan
Pasal 44
(1) Selama proses pencetakan
(2) KPU dapat meminta bantuan aparat keamanan untuk
mengadakan pengamanan terhadap
(3) Secara periodik
(4) KPU menempatkan petugas KPU di lokasi pencetakan
(5) KPU mengawasi dan mengamankan desain, film
separasi, dan plat cetak yang digunakan untuk membuat
(6) Tata cara pelaksanaan pengamanan terhadap
pencetakan, penghitungan, penyimpanan, pengepakan, dan pendistribusian
Pasal 45
(1) KPU menetapkan jumlah
(2) Pendistribusian
(3)
(4) Tata cara dan teknis pendistribusian
BAB V
DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI
Bagian Pertama
Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 46
(1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten/
(2) Penetapan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota ditentukan oleh KPU dengan ketentuan setiap
daerah pemilihan mendapatkan alokasi kursi antara 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua
belas) kursi.
Pasal 47
Jumlah kursi DPR
ditetapkan sebanyak 550 (
Pasal 48
(1) Jumlah kursi anggota DPR untuk setiap provinsi
ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk dengan memperhatikan perimbangan yang
wajar.
(2) Tata cara perhitungan jumlah kursi anggota DPR untuk setiap
Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.
Pasal 49
(1) Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi ditetapkan
sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) kursi dan sebanyak-banyaknya 100
(seratus) kursi.
(2) Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang
bersangkutan dengan ketentuan:
(3) Jumlah kursi anggota DPRD setiap provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU.
Pasal 50
(1) Jumlah kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota
ditetapkan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) kursi dan sebanyak-banyaknya 45
(empat puluh lima) kursi.
(2) Jumlah kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk di
kabupaten/kota dengan ketentuan:
(3) Jumlah kursi anggota DPRD setiap
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU.
Bagian Kedua
Daerah Pemilihan dan Jumlah
Kursi Anggota DPD
Pasal 51
Daerah pemilihan
untuk anggota DPD adalah provinsi.
Pasal 52
Jumlah anggota DPD untuk
setiap provinsi ditetapkan 4 (empat) orang.
BAB VI
PENDAFTARAN PEMILIH
Pasal
53
(1) Pendaftaran pemilih dilakukan oleh petugas
pendaftar pemilih dengan mendatangi kediaman pemilih dan/atau dapat dilakukan
secara aktif oleh pemilih.
(2) Pendaftaran pemilih bagi warga negara Republik
Indonesia yang berdomisili di luar negeri dilakukan secara aktif oleh pemilih
dengan mendaftarkan diri ke PPLN setempat dan/atau dapat dilakukan oleh petugas
pendaftar pemilih.
(3) Pendaftaran pemilih selesai dilaksanakan paling
lambat 6 (enam) bulan sebelum hari pemungutan suara.
(4) Tata cara pelaksanaan pendaftaran pemilih
ditetapkan oleh KPU.
Pasal 54
(1) Pendaftaran pemilih dilakukan dengan
mencatat data pemilih dalam daftar pemilih.
(2) Data pemilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah:
(3) Formulir daftar pemilih ditetapkan oleh KPU.
Pasal 55
Daftar pemilih
untuk setiap daerah pemilihan disimpan dan dipelihara oleh KPU.
Pasal 56
Pemilih yang telah terdaftar sebagai pemilih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 diberi tanda bukti pendaftaran untuk
ditukarkan dengan kartu pemilih.
Pasal 57
(1) Seorang pemilih hanya didaftar 1 (satu) kali
dalam daftar pemilih.
(2) Apabila seorang pemilih mempunyai lebih dari 1
(satu) tempat tinggal, pemilih tersebut harus menentukan satu di antaranya untuk
ditetapkan sebagai tempat tinggal yang dicantumkan dalam daftar pemilih.
Pasal 58
(1) Pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, kemudian berpindah tempat tinggal atau
karena ingin menggunakan hak pilihnya di tempat lain, pemilih yang bersangkutan
harus melapor kepada PPS setempat.
(2) PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencatat
nama pemilih dari daftar pemilih dan memberikan surat keterangan pindah tempat
memilih.
(3) Pemilih melaporkan kepindahannya kepada PPS di
tempat pemilihan yang baru.
(4) Pemilih terdaftar yang karena sesuatu hal
terpaksa tidak dapat menggunakan hak pilihnya di TPS yang sudah ditetapkan, yang
bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya di tempat lain dengan menunjukkan
kartu pemilih.
Pasal 59
(1) Berdasarkan daftar
pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, PPS menyusun dan menetapkan daftar
pemilih sementara.
(2) Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diumumkan oleh PPS untuk mendapat tanggapan masyarakat.
(3) Pemilih yang belum terdaftar dalam daftar pemilih sementara dapat
mendaftarkan diri ke PPS dan dicatat dalam daftar pemilih tambahan.
(4)
Daftar pemilih sementara dan daftar pemilih tambahan ditetapkan sebagai daftar
pemilih tetap.
(5) Daftar pemilih tetap disahkan dan diumumkan oleh PPS.
BAB VII
PENCALONAN ANGGOTA DPR, DPD, DPRD
PROVINSI,
DAN DPRD KABUPATEN/KOTA
Bagian Pertama
Persyaratan
Calon Anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal
60
Calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota harus memenuhi syarat:
a.
warga negara
Republik Indonesia yang berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
b.
bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa;
c.
berdomisili di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d.
cakap berbicara,
membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;
e.
berpendidikan
serendah-rendahnya SLTA atau sederajat;
f.
setia kepada
Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945;
g.
bukan bekas
anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi
massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam
G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya;
h.
tidak sedang
dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap;
i.
tidak sedang
menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
j.
sehat jasmani
dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dari dokter yang berkompeten;
dan
k.
terdaftar
sebagai pemilih.
Pasal 61
Seorang calon
anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota hanya dapat dicalonkan
dalam satu lembaga perwakilan pada satu daerah pemilihan.
Pasal 62
Calon anggota
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota selain harus memenuhi syarat calon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, juga harus terdaftar sebagai anggota Partai
Politik Peserta Pemilu yang dibuktikan dengan kartu tanda anggota.
Pasal 63
Calon anggota DPD selain harus memenuhi
syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, juga harus memenuhi syarat:
a.
berdomisili di
provinsi yang bersangkutan sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun secara
berturut-turut yang dihitung sampai dengan tanggal pengajuan calon atau pernah
berdomisili selama 10 (sepuluh) tahun sejak berusia 17 (tujuh belas) tahun di
provinsi yang bersangkutan;
b.
tidak menjadi
pengurus partai politik sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun yang dihitung sampai
dengan tanggal pengajuan calon.
Pasal 64
Calon anggota DPD dari pegawai negeri sipil, anggota
Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
selain harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan Pasal 63
huruf a, harus mengundurkan diri sebagai pegawai negeri sipil, anggota Tentara
Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Tata Cara Pencalonan
Anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 65
(1) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat
mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk
setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30%.
(2) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat
mengajukan calon sebanyak-banyaknya 120% (seratus dua puluh persen) jumlah kursi
yang ditetapkan pada setiap Daerah Pemilihan.
(3) Pengajuan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
dengan ketentuan:
Pasal 66
Pengajuan calon anggota DPD dilakukan dengan
ketentuan:
a.
calon
mendaftarkan diri kepada KPU melalui KPU Provinsi dengan menyebutkan provinsi
yang diwakilinya;
b.
calon
menyerahkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 63, dan Pasal
64 kepada KPU yang batas waktunya ditetapkan oleh KPU.
Pasal 67
(1) Calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota yang diajukan Partai Politik Peserta Pemilu merupakan hasil
seleksi secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal partai
politik.
(2) Partai Politik Peserta Pemilu menyerahkan
nama-nama calon hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta
kelengkapan administrasi calon kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota
yang batas waktunya ditetapkan oleh KPU.
(3) Urutan nama calon dalam daftar calon anggota DPR,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan disusun
oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan nomor urut yang
ditetapkan oleh Partai Politik Peserta Pemilu sesuai dengan tingkatannya.
(4) Urutan nama calon dalam daftar calon anggota DPD
untuk setiap daerah pemilihan disusun oleh KPU.
(5) Paling lambat 2 (dua) bulan sebelum pemungutan
suara, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sudah menetapkan dan
mengumumkan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
untuk setiap daerah pemilihan.
(6) Prosedur, format kelengkapan administrasi, dan
tata cara pengajuan daftar calon ditetapkan oleh KPU.
Pasal 68
(1) Partai Politik Peserta Pemilu yang
mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota wajib
menyerahkan:
(2) Perseorangan yang
mencalonkan diri sebagai anggota DPD wajib menyerahkan:
(3) Format pengisian data
calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh KPU.
(4) Nama calon beserta
lampirannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada:
(5) Penelitian terhadap
kelengkapan dan penetapan atas keabsahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dilakukan oleh:
(6) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah selesai
penelitian kelengkapan dan keabsahan data calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal
68 ayat (1) dan ayat (2), KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menyampaikan
hasil penelitian kepada pengurus Partai Politik Peserta Pemilu dan calon
perseorangan anggota DPD.
(7) Apabila seorang calon ditolak karena tidak
memenuhi syarat calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
penolakannya diberitahukan secara tertulis kepada pengurus Partai Politik
Peserta Pemilu dan kepada calon perseorangan anggota DPD untuk diberi kesempatan
melengkapi dan/atau memperbaiki syarat calon atau mengajukan calon lain bagi
Partai Politik Peserta Pemilu.
(8) Kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki
syarat calon atau mengajukan calon lain dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari setelah pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
diterima.
Pasal 69
(1) Nama calon yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 67, dan
Pasal 68 ditetapkan dalam rapat pleno KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) Nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diumumkan dalam Berita Negara/Lembaran Daerah dan dipublikasikan melalui media
massa.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
jadwal waktu pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
ditetapkan dengan keputusan KPU.
Pasal 70
Jenis, bentuk, dan ukuran formulir untuk
keperluan pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
ditetapkan dengan keputusan KPU.
kembali ke atas
BAB VIII
KAMPANYE
Bagian Pertama
Kampanye Pemilihan Umum
Pasal 71
(1) Dalam
penyelenggaraan Pemilu, dapat diadakan kampanye Pemilu yang dilakukan oleh
peserta Pemilu.
(2) Dalam kampanye Pemilu, rakyat mempunyai kebebasan
untuk menghadiri kampanye.
(3) Kegiatan kampanye dilakukan oleh peserta
Pemilu selama 3 (tiga) minggu dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan
suara.
(4) Materi kampanye Pemilu berisi program peserta Pemilu.
(5) Penyampaian materi kampanye Pemilu dilakukan dengan cara yang sopan,
tertib, dan bersifat edukatif.
(6) Pedoman dan jadwal pelaksanaan
kampanye ditetapkan oleh KPU dengan memperhatikan usul dari peserta Pemilu.
Pasal 72
Kampanye Pemilu dilakukan melalui:
a.
pertemuan
terbatas;
b.
tatap muka;
c.
penyebaran
melalui media cetak dan media elektronik;
d.
penyiaran
melalui radio dan/atau televisi;
e.
penyebaran bahan
kampanye kepada umum;
f.
pemasangan alat
peraga di tempat umum;
g.
rapat umum; dan
h.
kegiatan lain
yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan.
Pasal 73
(1) Media elektronik dan media cetak memberikan
kesempatan yang sama kepada peserta Pemilu untuk menyampaikan tema dan materi
kampanye Pemilu.
(2) Media elektronik dan media cetak wajib memberikan
kesempatan yang sama kepada peserta Pemilu untuk memasang iklan Pemilu dalam
rangka kampanye.
(3) Pemerintah pada setiap tingkatan memberikan
kesempatan yang sama kepada peserta Pemilu untuk menggunakan fasilitas umum.
(4) Semua pihak yang hadir dalam pertemuan terbatas
atau rapat umum yang diadakan oleh suatu peserta Pemilu hanya dibenarkan membawa
atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut peserta Pemilu yang bersangkutan.
(5) KPU berkoordinasi dengan pemerintah untuk
menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye Pemilu.
(6) Pemasangan alat peraga kampanye Pemilu
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) oleh peserta Pemilu dilaksanakan dengan
mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Pemasangan alat peraga kampanye Pemilu pada
tempat-tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus seizin
pemilik tempat tersebut.
(8) Alat peraga kampanye Pemilu harus sudah
dibersihkan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
(9) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan
ketentuan pasal ini ditetapkan oleh KPU.
Pasal 74
Dalam kampanye Pemilu dilarang:
a.
mempersoalkan
dasar negara Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b.
menghina
seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau peserta Pemilu yang lain;
c.
menghasut dan
mengadu domba antarperseorangan maupun antarkelompok masyarakat;
d.
mengganggu
ketertiban umum;
e.
mengancam untuk
melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang,
sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta Pemilu yang lain;
f.
merusak dan/atau
menghilangkan alat peraga kampanye peserta Pemilu;
g.
menggunakan
fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Pasal 75
(1) Dalam kampanye Pemilu, dilarang
melibatkan :
(2) Pejabat Negara yang berasal dari partai politik
yaitu Presiden/Wakil Presiden/Menteri/Gubernur/Wakil Gubernur/Bupati/Wakil
Bupati/ Walikota/Wakil Walikota, dalam kampanye harus memenuhi ketentuan :
(3) Partai Politik Peserta Pemilu dan/atau calon
anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilarang melibatkan
pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam
Pemilu.
Pasal 76
(1) Pelanggaran atas ketentuan mengenai larangan
pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a, huruf
b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, merupakan tindak pidana dan dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelanggaran atas ketentuan mengenai larangan
pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf d, huruf
f, dan huruf g, yang merupakan pelanggaran tata cara kampanye dikenai sanksi:
(3) Tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran
ketentuan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU.
(4) Pelanggaran atas ketentuan larangan pelaksanaan
kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dikenai sanksi penghentian
kampanye selama masa kampanye Pemilu oleh KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 77
(1) Selama masa kampanye sampai dilaksanakan
pemungutan suara, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk
mempengaruhi pemilih.
(2) Calon yang terbukti melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan batal sebagai calon oleh KPU/KPU
Provinsi/KPU Kabupaten/ Kota.
(3) Tata cara pembatalan calon sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU.
Bagian Kedua
Dana Kampanye Pemilihan Umum
Pasal 78
(1) Dana kampanye Pemilu dapat diperoleh
peserta Pemilu dari:
(2) Sumbangan dana kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dari perseorangan tidak boleh melebihi Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan dari badan hukum swasta tidak boleh melebihi
Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(3) Dana kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam bentuk utang dari perseorangan atau badan hukum swasta tidak
boleh melebihi jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Jumlah sumbangan lebih dari Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) kepada peserta Pemilu wajib dilaporkan kepada KPU/KPU Provinsi/KPU
Kabupaten/Kota mengenai bentuk, jumlah sumbangan, dan identitas lengkap pemberi
sumbangan.
(5) KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota mengumumkan
laporan sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada masyarakat melalui
media massa.
Pasal 79
(1) Seluruh laporan dana kampanye peserta Pemilu,
baik penerimaan maupun pengeluaran, wajib diserahkan kepada akuntan publik
terdaftar selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sesudah hari pemungutan suara.
(2) Akuntan publik terdaftar wajib menyelesaikan
audit selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib dilaporkan kepada KPU dan peserta Pemilu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
sesudah selesainya audit.
Pasal 80
(1) Peserta Pemilu dilarang menerima
sumbangan atau bantuan lain untuk kampanye Pemilu yang berasal dari:
(2) Peserta Pemilu yang menerima sumbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibenarkan menggunakan dana tersebut
dan wajib melaporkan kepada KPU selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah masa
kampanye berakhir dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara.
(3) Peserta Pemilu yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi pidana.
BAB IX
PEMUNGUTAN, PENGHITUNGAN SUARA,
DAN
PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM
Bagian Pertama
Pemungutan Suara
Pasal 81
(1) Pemungutan suara Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota diselenggarakan secara serentak.
(2) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara bagi
pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk semua
daerah pemilihan ditetapkan oleh KPU.
Pasal 82
(1) Untuk memberikan suara dalam Pemilu, dibuat surat
suara Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan surat suara
Pemilu anggota DPD.
(2) Surat suara Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota, memuat nomor dan tanda gambar partai politik peserta Pemilu
dan calon untuk setiap daerah pemilihan.
(3) Surat suara Pemilu anggota DPD memuat nama dan
foto calon perseorangan anggota DPD untuk setiap daerah pemilihan.
(4) Jumlah, jenis, bentuk, ukuran, dan warna surat
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh
KPU.
Pasal 83
(1) Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 82 yang disediakan di setiap daerah pemilihan adalah sama dengan jumlah
pemilih terdaftar di daerah pemilihan yang bersangkutan ditambah 2,5% (dua
setengah persen).
(2) Tambahan surat suara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan sebagai cadangan di setiap TPS.
(3) Penggunaan tambahan surat suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita acara.
(4) Format berita acara sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan oleh KPU.
Pasal 84
(1) Pemberian suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan dengan mencoblos salah satu tanda
gambar Partai Politik Peserta Pemilu dan mencoblos satu calon dibawah tanda
gambar Partai Politik Peserta Pemilu dalam surat suara.
(2) Pemberian suara untuk pemilihan anggota DPD
dilakukan dengan mencoblos satu calon anggota DPD dalam surat suara.
Pasal 85
(1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai
halangan fisik lain saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh petugas
KPPS atau orang lain atas permintaan pemilih.
(2) Petugas KPPS atau orang lain yang membantu
pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan pemilih.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan
kepada pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh
KPU.
Pasal 86
Pemberian suara
dilakukan di TPS pada hari pemungutan suara.
Pasal 87
Tata cara
pemberian dan pemungutan suara lebih lanjut diatur oleh KPU.
Pasal 88
(1) Jumlah pemilih di setiap TPS sebanyak-banyaknya
300 (tiga ratus) orang.
(2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta menjamin
setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, bebas, dan rahasia.
(3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS
ditetapkan oleh KPU.
Pasal 89
(1) Untuk keperluan pemungutan suara dalam pemilihan
anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota disediakan kotak suara
untuk tempat surat suara yang digunakan oleh pemilih.
(2) Jumlah, bahan, bentuk, ukuran, dan warna kotak
suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.
Pasal 90
(1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara,
KPPS melakukan:
(2) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dihadiri oleh peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, dan warga
masyarakat.
(3) Kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan
sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota KPPS dan dapat ditandatangani oleh saksi
peserta Pemilu.
Pasal 91
(1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90, KPPS memberikan penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara.
(2) Dalam memberikan suara, pemilih diberi kesempatan
oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih.
(3) Apabila menerima surat suara yang ternyata rusak,
pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS
memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.
(4) Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan
suaranya, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS, kemudian KPPS
memberikan surat suara pengganti hanya satu kali.
Pasal 92
(1) Pemilih yang
telah memberikan suara di TPS diberi tanda khusus oleh KPPS.
(2) Tanda
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.
Pasal 93
(1) Suara untuk pemilihan anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dinyatakan sah apabila:
(2) Teknis pelaksanaan tentang ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPU.
Pasal 94
(1) Suara untuk pemilihan anggota DPD
dinyatakan sah apabila:
(2) Teknis pelaksanaan tentang ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPU.
Pasal 95
(1) Pemungutan suara bagi warga negara Republik
Indonesia yang berada di luar negeri hanya untuk memilih anggota DPR yang
dilaksanakan di setiap kantor perwakilan Republik Indonesia dan dilakukan pada
waktu yang bersamaan dengan waktu pemungutan suara Pemilu di Indonesia.
(2) Dalam hal pemilih tidak dapat memberikan suara di
TPSLN yang telah ditentukan, pemilih yang bersangkutan dapat memberikan suara
melalui pos yang disampaikan kepada perwakilan Republik Indonesia setempat.
Bagian Kedua
Penghitungan Suara
Pasal 96
(1) Penghitungan suara di TPS/TPSLN
dilakukan oleh KPPS/KPPSLN setelah pemungutan suara berakhir.
(2)
Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS/KPPSLN menghitung:
(3) Penggunaan surat suara tambahan dibuatkan berita
acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS/KPPSLN dan sekurang-kurangnya 2 (dua)
anggota KPPS/KPPSLN.
(4) Penghitungan suara dilakukan dan selesai di
TPS/TPSLN oleh KPPS/ KPPSLN dan dapat dihadiri oleh saksi peserta Pemilu,
pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, dan warga masyarakat
(5) Suara yang diperoleh Partai Politik Peserta
Pemilu yang tidak memiliki nama calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
(3) dianggap tidak sah.
(6) Saksi peserta Pemilu harus membawa surat mandat
dari peserta Pemilu yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua
KPPS/KPPSLN.
(7) Penghitungan suara dilakukan dengan cara yang
memungkinkan saksi peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, dan warga
masyarakat yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara.
(8) Peserta Pemilu dan warga masyarakat melalui saksi
peserta Pemilu yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan suara oleh KPPS/KPPSLN apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(9) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi
peserta Pemilu atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat
diterima, KPPS/KPPSLN seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(10) Segera setelah selesai penghitungan suara di
TPS/TPSLN, KPPS/KPPSLN membuat berita acara dan sertifikat hasil penghitungan
suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
anggota KPPS/KPPSLN serta dapat ditandatangani oleh saksi peserta Pemilu.
(11) KPPS/KPPSLN memberikan 1 (satu) eksemplar
salinan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi
peserta Pemilu yang hadir.
(12) KPPS/KPPSLN menyerahkan berita acara, sertifikat
hasil penghitungan suara, surat suara, dan alat kelengkapan administrasi
pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS/PPLN segera setelah selesai
penghitungan suara.
Pasal 97
(1) Setelah menerima berita acara dan sertifikat
hasil penghitungan suara, PPS membuat berita acara penerimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat desa/kelurahan dan dapat dihadiri oleh
saksi peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, dan warga masyarakat.
(2) Saksi peserta Pemilu harus membawa surat mandat
dari peserta Pemilu yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPS.
(3) Peserta Pemilu dan warga masyarakat melalui saksi
peserta Pemilu yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan suara oleh PPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi
peserta Pemilu atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
diterima, PPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara di semua TPS dalam wilayah kerja desa/kelurahan yang
bersangkutan, PPS membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua)
orang anggota PPS serta ditandatangani oleh saksi peserta Pemilu.
(6) PPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan
berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada
saksi peserta Pemilu yang hadir.
(7) PPS wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas
berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPS kepada
PPK setempat.
(8) PPLN melakukan rekapitulasi atas perolehan hasil
suara berdasarkan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh KPPSLN di
wilayah kerjanya.
(9) PPLN menyerahkan berita acara, sertifikat hasil
penghitungan suara, dan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh
KPPSLN di wilayah kerjanya kepada KPU.
Pasal 98
(1) Setelah menerima berita acara, sertifikat hasil
penghitungan suara, PPK membuat berita acara penerimaan dan melakukan
rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat kecamatan dan dapat dihadiri oleh saksi
peserta Pemilu, panitia pengawas, pemantau Pemilu, dan warga masyarakat.
(2) Saksi peserta Pemilu harus membawa surat mandat
dari peserta Pemilu yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPK.
(3) Peserta Pemilu dan warga masyarakat melalui saksi
peserta Pemilu yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan suara oleh PPK apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau
melalui saksi peserta Pemilu, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diterima,
PPK seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(5) Setelah selesai melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan suara di semua PPS dalam wilayah kerja kecamatan yang bersangkutan,
PPK membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara
yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota PPK
serta ditandatangani oleh saksi peserta Pemilu.
(6) PPK wajib memberikan 1 (satu) eksemplar salinan
berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada
saksi peserta Pemilu yang hadir.
(7) PPK wajib menyerahkan 1 (satu) eksemplar berkas
berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara di PPK kepada
KPU Kabupaten/Kota setempat.
Pasal 99
(1) Pelaksanaan rekapitulasi dan penetapan hasil
penghitungan suara Pemilu anggota DPRD Kabupaten/Kota serta hasil penghitungan
suara Pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPD di kabupaten/kota dilakukan
dalam rapat pleno KPU Kabupaten/Kota berdasarkan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang dilakukan oleh PPK.
(2) Pelaksanaan rekapitulasi dan penetapan hasil
penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota dapat dihadiri oleh
saksi peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, dan warga masyarakat.
(3) Saksi peserta Pemilu harus membawa surat mandat
dari peserta Pemilu yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPU
Kabupaten/ Kota.
(4) Pelaksanaan rekapitulasi dan penetapan hasil
penghitungan suara dilakukan di tempat dan keadaan yang memungkinkan semua yang
hadir dapat menyaksikannya secara jelas.
(5) Peserta Pemilu dan warga masyarakat melalui saksi
peserta Pemilu yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan suara oleh KPU Kabupaten/Kota apabila ternyata terdapat hal-hal
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau
melalui saksi peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diterima,
KPU Kabupaten/Kota seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(7) KPU Kabupaten/Kota membuat berita acara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua
dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU Kabupaten/Kota serta
ditandatangani oleh saksi peserta Pemilu.
(8) KPU Kabupaten/Kota memberikan 1 (satu) eksemplar
salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara kepada
saksi peserta Pemilu.
(9) Salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi
hasil penghitungan suara yang dibuat oleh KPU Kabupaten/Kota disampaikan kepada:
Pasal 100
(1) Pelaksanaan rekapitulasi dan penetapan hasil
penghitungan suara Pemilu anggota DPRD Provinsi dan hasil penghitungan suara
Pemilu anggota DPD di provinsi dilakukan dalam rapat pleno KPU Provinsi
berdasarkan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh
KPU Kabupaten/ Kota.
(2) Pelaksanaan rekapitulasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi peserta Pemilu, pengawas Pemilu,
pemantau Pemilu, dan warga masyarakat.
(3) Saksi peserta Pemilu harus membawa surat mandat
dari peserta Pemilu yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPU
Provinsi.
(4) Pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara
anggota DPRD Provinsi dan anggota DPD dilakukan di tempat dan keadaan yang
memungkinkan semua yang hadir dapat menyaksikan seluruh proses penghitungan
suara.
(5) Peserta Pemilu dan warga masyarakat melalui saksi
peserta Pemilu yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan suara oleh KPU Provinsi apabila ternyata terdapat hal-hal yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau
melalui saksi peserta Pemilu, sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diterima,
KPU Provinsi seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(7) KPU Provinsi membuat berita acara dan sertifikat
rekapitulasi hasil penghitungan suara bagi anggota DPRD Provinsi dan anggota DPD
yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota KPU
Provinsi serta ditandatangani saksi peserta Pemilu.
(8) Berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara anggota DPRD Provinsi dan anggota DPD yang dibuat oleh KPU
Provinsi disampaikan kepada KPU.
(9) KPU Provinsi memberikan 1 (satu) eksemplar
salinan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara kepada
saksi peserta Pemilu.
Pasal 101
(1) Pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara
Pemilu anggota DPR dilakukan oleh KPU berdasarkan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota.
(2) Pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara
Pemilu anggota DPD dilakukan oleh KPU berdasarkan sertifikat rekapitulasi hasil
penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU Provinsi.
(3) Pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dan ditetapkan dalam
rapat pleno KPU dan dihadiri oleh saksi peserta Pemilu, pengawas Pemilu, dan
pemantau Pemilu.
(4) Saksi peserta Pemilu harus membawa surat mandat
dari peserta Pemilu yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua KPU.
(5) Pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara
Pemilu anggota DPR dan DPD dilakukan di tempat dan keadaan yang memungkinkan
semua yang hadir dapat menyaksikan pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara.
(6) Peserta Pemilu dan warga masyarakat melalui saksi
peserta Pemilu yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan suara oleh KPU apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(7) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh atau
melalui saksi peserta Pemilu, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diterima,
KPU seketika itu juga mengadakan pembetulan.
(8) KPU membuat berita acara dan rekapitulasi hasil
penghitungan suara anggota DPR dan DPD yang ditandatangani oleh anggota KPU,
serta ditandatangani oleh saksi peserta Pemilu.
(9) KPU memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita
acara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) kepada saksi peserta Pemilu.
Pasal 102
Keberatan yang
diajukan oleh atau melalui saksi peserta Pemilu terhadap proses rekapitulasi
hasil penghitungan suara tidak menghalangi proses pelaksanaan Pemilu.
Pasal 103
(1) Tata cara pelaksanaan pemungutan dan penghitungan
suara di TPS dan TPSLN ditetapkan oleh KPU.
(2) Tata cara pelaksanaan rekapitulasi hasil
perolehan suara oleh PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi ditetapkan
oleh KPU.
(3) Format berita acara penerimaan, format berita
acara dan sertifikat hasil penghitungan suara oleh KPPS/KPPSLN, dan format
berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara PPS, PPLN,
PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal
96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, Pasal 100, dan Pasal 101 ditetapkan oleh KPU.
Bagian Ketiga
Penetapan dan Pengumuman Hasil
Pemilihan Umum
Pasal 104
(1) Penetapan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan secara nasional oleh KPU.
(2) Pengumuman penetapan hasil Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah pemungutan suara.
BAB X
PENETAPAN PEROLEHAN KURSI DAN CALON
TERPILIH
Bagian Pertama
Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota
Pasal 105
(1) Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR,
DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu
didasarkan atas seluruh hasil penghitungan suara sah yang diperoleh Partai
Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), Pasal 100 ayat (1), dan Pasal 101 ayat (3).
(2) Dari hasil penghitungan seluruh suara sah yang
diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan angka BPP dengan cara membagi jumlah suara
sah seluruh Partai Politik Peserta Pemilu dengan jumlah kursi anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
(3) Tata cara penentuan BPP untuk setiap daerah
pemilihan ditetapkan oleh KPU.
Pasal 106
Setelah ditetapkan angka BPP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), ditetapkan perolehan jumlah kursi tiap Partai
Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan, dengan cara membagi jumlah
suara sah yang diperoleh suatu Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah
pemilihan dengan BPP, dengan ketentuan:
a.
apabila jumlah
suara sah suatu Partai Politik Peserta Pemilu sama dengan atau lebih besar dari
BPP, maka dalam penghitungan tahap pertama diperoleh sejumlah kursi dengan
kemungkinan terdapat sisa suara yang akan dihitung dalam penghitungan tahap
kedua;
b.
apabila jumlah
suara sah suatu Partai Politik Peserta Pemilu lebih kecil dari BPP, maka dalam
penghitungan tahap pertama tidak diperoleh kursi, dan jumlah suara sah tersebut
dikategorikan sebagai sisa suara yang akan dihitung dalam penghitungan tahap
kedua dalam hal masih terdapat sisa kursi didaerah pemilihan yang bersangkutan;
c.
penghitungan
perolehan kursi tahap kedua dilakukan apabila masih terdapat sisa kursi yang
belum terbagi dalam penghitungan tahap pertama, dengan cara membagikan jumlah
sisa kursi yang belum terbagi kepada Partai Politik Peserta Pemilu satu demi
satu berturut-turut sampai habis, dimulai dari Partai Politik Peserta Pemilu
yang mempunyai sisa suara terbanyak.
Pasal 107
(1) Dalam menentukan pembagian jumlah kursi untuk
menetapkan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105, Partai Politik Peserta Pemilu tidak
dibenarkan mengadakan perjanjian penggabungan sisa suara.
(2) Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan
pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu Daerah Pemilihan,
dengan ketentuan :
(3) Tata cara pelaksanaan penetapan calon terpilih
anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan oleh KPU.
Pasal 108
(1) Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD
Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota dilakukan dalam rapat pleno KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota yang dihadiri oleh saksi Partai Politik
Peserta Pemilu dan pengawas Pemilu.
(2) Hasil penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD
Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan
oleh KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota kepada masyarakat.
Bagian Kedua
Anggota Dewan Perwakilan Daerah
Pasal 109
(1) Penetapan calon terpilih anggota DPD didasarkan
pada nama calon yang memperoleh suara terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan
keempat di provinsi yang bersangkutan.
(2) Dalam hal perolehan suara calon terpilih keempat
terdapat jumlah suara yang sama, maka calon yang memperoleh dukungan pemilih
yang lebih merata penyebarannya di seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut
ditetapkan sebagai calon terpilih.
(3) Tata cara pelaksanaan penetapan calon terpilih anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
BAB XI
PENETAPAN DAN PEMBERITAHUAN CALON TERPILIH
Pasal 110
(1) KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangannya menetapkan nama calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 107.
(2) KPU menetapkan calon terpilih anggota DPD
peringkat pertama sampai dengan keempat dan calon terpilih pengganti anggota DPD
peringkat kelima sampai dengan kedelapan di setiap daerah pemilihan.
Pasal 111
(1) Pemberitahuan calon terpilih anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota disampaikan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota kepada Partai Politik Peserta Pemilu sesuai dengan tingkatannya
dengan tembusan kepada calon terpilih.
(2) Pemberitahuan calon terpilih anggota DPD disampaikan oleh KPU kepada calon terpilih anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan tembusan kepada gubernur dan KPU Provinsi yang bersangkutan.
BAB XII
PENGGANTIAN CALON TERPILIH
Pasal
112
(1) Penggantian calon terpilih hanya dapat dilakukan
apabila calon terpilih tersebut meninggal dunia atau tidak lagi memenuhi syarat
untuk menjadi anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota.
(2) Penggantian calon terpilih anggota DPR, DPRD
Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti
oleh calon pengganti dari daftar calon di daerah pemilihan yang bersangkutan
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107.
(3) Pengganti calon terpilih anggota DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah calon yang memperoleh suara terbanyak pada
peringkat berikutnya dari daerah pemilihan yang sama.
Pasal 113
(1) Penetapan
calon terpilih anggota DPR dan DPD dilakukan oleh KPU.
(2) Penetapan
calon terpilih anggota DPRD Provinsi dilakukan oleh KPU Provinsi.
(3)
Penetapan calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dilakukan oleh KPU
Kabupaten/Kota.
Pasal 114
KPU melaporkan hasil penetapan calon
terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 113 kepada Presiden.
BAB XIII
PENGHITUNGAN DAN PEMUNGUTAN SUARA ULANG,
PEMILIHAN UMUM LANJUTAN DAN PEMILIHAN UMUM SUSULAN
Bagian Pertama
Penghitungan dan Pemungutan Suara Ulang
Pasal 115
(1) Penghitungan ulang surat suara di TPS dilakukan
apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih
penyimpangan sebagai berikut:
(2) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada
tingkat PPS apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari TPS.
(3) Penghitungan ulang surat suara dilakukan pada
tingkat PPK apabila terjadi perbedaan data jumlah suara dari PPS.
(4) Apabila terjadi perbedaan data jumlah suara pada
tingkat KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU dilakukan pengecekan ulang
terhadap sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 1 (satu) tingkat
di bawahnya.
Pasal 116
(1) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila
terjadi kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat
digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
(2) Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila
dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas Pemilu kecamatan terbukti
terdapat satu atau lebih dari keadaan sebagai berikut:
Pasal 117
Penghitungan
suara dan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dan Pasal
116 diputuskan oleh PPK dan dilaksanakan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari
sesudah hari pemungutan suara.
Bagian Kedua
Pemilihan Umum Lanjutan dan
Pemilihan Umum Susulan
Pasal 118
(1) Pemilu Lanjutan di suatu daerah pemilihan
dilakukan apabila sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilu di daerah pemilihan
tersebut tidak dapat dilaksanakan.
(2) Pelaksanaan Pemilu Lanjutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilu yang terhenti.
(3) Pemilu Susulan di suatu daerah pemilihan
dilakukan apabila seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu di daerah pemilihan
tersebut tidak dapat dilaksanakan.
(4) Pelaksanaan Pemilu Susulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan sejak tahap awal.
Pasal 119
(1) Pemilu Lanjutan dan atau Pemilu Susulan dilakukan
apabila di sebagian atau seluruh daerah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan
keamanan, atau bencana alam yang mengakibatkan sebagian atau seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan.
(2) Pemilu Lanjutan atau Pemilu Susulan dilaksanakan
setelah ada penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu.
(3) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu secara
nasional dilakukan oleh Presiden atas usul KPU apabila Pemilu tidak dapat
dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah provinsi atau 50% (lima puluh
persen) dari jumlah pemilih terdaftar tidak dapat menggunakan hak pilihnya.
(4) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu dilakukan
oleh: Penundaan pelaksanaan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh :
(5) Pemilu Lanjutan atau Pemilu Susulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan keputusan
pejabat/lembaga yang menetapkan penundaan pelaksanaan Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara Pemilu Lanjutan atau Pemilu Susulan
ditetapkan oleh KPU.
kembali ke depan | ke halaman berikutnya | kembali ke Kumpulan Peraturan | kembali ke atas
|
Sumber Data : KPU, April 2003