Sumber Data : KPU, April 2003
Lanjutan RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
kembali ke depan | halaman sebelumnya
Pasal 35
Suara untuk Pemilihan dinyatakan sah apabila:
1. Surat suara ditandatangani oleh Ketua KPPS;
2. Tanda coblos pada kolom segiempat yang memuat nama dan gambar pasangan calon yang telah ditentukan;
3. Tanda coblos terdapat hanya dalam salah satu kotak segiempat yang memuat nama dan gambar pasangan calon yang telah ditentukan;
4. Tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segiempat yang memuat nama dan gambar pasangan calon; atau
5. Tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segiempat yang memuat nama dan gambar pasangan calon;
Pasal 36
1. Pemungutan suara bagi Warga Negara Republik Indonesia yang berada di luar negeri dilaksanakan di setiap kantor perwakilan Republik Indonesia dan dilakukan pada waktu yang disesuaikan dengan waktu pemungutan suara Pemilihan di Indonesia.
2. Dalam hal pemilih tidak dapat memberikan suara di TPSLN yang telah ditentukan, pemilih yang bersangkutan dapat memberikan suara melalui pos yang disampaikan kepada Kantor Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Bagian Kedua
Penghitungan Suara
Pasal 37
1. Penghitungan suara di TPS/TPSLN dilakukan oleh KPPS/KPPSLN setelah pemungutan suara berakhir.
2. Sebelum penghitungan suara dimulai, KPPS/KPPSLN menghitung:
1. Jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan Salinan Daftar Pemilih Tetap/Tambahan untuk TPS/TPSLN;
2. Jumlah pemilih dari TPS/TPSLN lain;
3. Jumlah surat suara yang tidak terpakai;
4. Jumlah surat suara yang dikembalikan karena penggunaannya keliru;
5. Jumlah surat suara yang rusak;
6. Jumlah surat suara tambahan yang digunakan.
1. Hasil penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f dibuat Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS/KPPSLN dan sekurang-kurangnya dua anggota KPPS/KPPSLN.
2. Penghitungan suara di TPS/TPSLN dilakukan oleh KPPS/KPPSLN dapat dihadiri oleh utusan partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon serta Pemantau Pemilihan dan warga masyarakat.
3. Utusan partai politik dan/atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membawa surat mandat dari partai politik yang bersangkutan.
4. Penghitungan suara dilakukan ditempat yang dapat disaksikan secara jelas oleh semua yang hadir.
5. Segera setelah selesai penghitungan suara, KPPS/KPPSLN membuat Berita Acara dan Hasil Penghitungan Suara yang ditandatangani oleh Ketua dan sekurang-kurangnya dua anggota KPPS/KPPSLN serta dapat dihadiri oleh utusan partai politik dan/ atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon, pemantau Pemilihan dan warga masyarakat.
6. KPPS/KPPSLN dapat memberikan satu lembar Berita Acara dan Hasil Penghitungan Suara kepada utusan partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang hadir.
7. KPPS/KPPSLN menyerahkan Berita Acara, Hasil Penghitungan Suara, Surat Suara, alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada PPS/PPLN setelah selesai penghitungan suara.
Pasal 38
1. Setelah menerima Berita Acara, Hasil Penghitungan Suara, Surat Suara dan alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara, PPS/PPLN membuat Berita Acara Penerimaan untuk disampaikan kepada KPPS/KPPSLN.
2. PPS menyerahkan Berita Acara, Hasil Penghitungan Suara, Surat Suara dan alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara dari seluruh KPPS di wilayah kerjanya kepada PPK.
3. PPLN melakukan rekapitulasi atas perolehan hasil suara berdasarkan Hasil Penghitungan Suara dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya.
4. PPLN menyerahkan Berita Acara, Hasil Penghitungan Suara, dan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya kepada KPU.
Pasal 39
1. PPS dan PPK tidak melakukan penghitungan suara, tetapi hanya mengumpulkan dan melakukan pengecekan atas kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara yang diterima dari KPPS.
2. Pengecekan atas kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara oleh PPS dan PPK dapat dihadiri utusan partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon, pemantau Pemilihan, dan warga masyarakat.
3. Hasil pengecekan atas kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara dibuat dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Ketua PPS dan Ketua PPK dapat dihadiri oleh utusan partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon, pemantau Pemilihan, dan warga masyarakat.
Pasal 40
1. PPK menyerahkan Berita Acara Hasil Penghitungan Suara, Surat Suara, dan kelengkapan administrasi lainnya dari seluruh PPS di wilayah kerjanya kepada Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota.
2. Setelah menerima Berita Acara Hasil Penghitungan Suara, Surat Suara, dan kelengkapan administrasi lainnya, Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota membuat Berita Acara Penerimaan untuk diberikan kepada PPK.
Pasal 41
1. Setelah menerima Berita Acara Hasil Penghitungan Suara, Surat Suara, dan kelengkapan administrasi lainnya dari seluruh PPK di wilayah kerjanya, Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi perolehan suara peserta Pemilihan berdasarkan Hasil Penghitungan Suara.
2. Rekapitulasi perolehan suara yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dihadiri oleh utusan partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon, pemantau Pemilihan, dan warga masyarakat.
3. Utusan partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon harus membawa surat mandat dari partai politik dan/atau gabungan partai politik dan menyerahkannya kepada Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota.
4. Pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud ayat (2) melaporkan diri kepada Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota dengan mekanisme yang diatur oleh KPU.
5. Proses rekapitulasi perolehan suara dilakukan di tempat dan keadaan yang memungkinkan semua yang hadir dapat menyaksikannya secara jelas.
6. Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota membuat Berita Acara dan Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara.
7. Dalam hal ada keberatan yang diajukan oleh utusan partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon terhadap proses rekapitulasi perolehan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), tidak menghalangi proses selanjutnya dan/atau proses pelaksanaan Pemilihann secara keseluruhan.
8. Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota memberikan satu lembar Berita Acara dan Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara kepada wakil partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon.
9. Berita Acara dan Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara yang dibuat oleh Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota disampaikan kepada KPU dengan tembusan kepada Panitia Pemilihan Provinsi.
Pasal 42
(1) Rekapitulasi perolehan suara Pemilihan dilakukan oleh KPU berdasarkan Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota dan dapat dihadiri oleh utusan partai politik atau gabungan partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon, Pemantau Pemilihan, dan warga masyarakat.
(2) Utusan partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus membawa surat mandat dari pengurus partai politik atau gabungan partai politik dan menyerahkannya kepada KPU.
(3) Pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan diri kepada KPU dengan mekanisme yang diatur oleh KPU.
(4) Proses penetapan rekapitulasi perolehan suara Pemilihan dilakukan di tempat dan keadaan yang memungkinkan semua yang hadir dapat menyaksikan proses rekapitulasi perolehan suara.
(5) Setelah selesai penghitungan suara, KPU membuat Berita Acara Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara Pemilihan.
(6) KPU menyampaikan Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kepada:
1. MPR;
2. Presiden/Pemerintah;
3. Partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon; dan
4. Pasangan calon.
Pasal 43
1. Partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan pasangan calon, pemantau Pemilihan, dan warga masyarakat yang hadir dapat mengajukan keberatan apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan proses rekapitulasi perolehan suara oleh KPU.
2. Utusan partai politik atau gabungan partai politik dapat meminta KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk mengecek-ulang rekapitulasi perolehan suara apabila terdapat hal-hal yang dianggap menyimpang dari proses Pemilihan.
3. Keberatan yang diajukan oleh utusan partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghalangi proses selanjutnya dan pelaksanaan Pemilihan secara keseluruhan.
Pasal 44
1. Apabila hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (5) tidak dapat ditetapkan dalam rapat pleno KPU, penetapan perolehan suara Pemilihan disampaikan oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi pada hari yang sama untuk memperoleh keputusan dari Mahkamah Konstitusi.
2. Mahkamah Konstitusi memutuskan Hasil Penghitungan Suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sejak diterima dari KPU.
3. Mahkamah Konstitusi menyampaikan Putusan Hasil Penghitungan Suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada:
1. MPR;
2. Presiden/Pemerintah;
3. KPU;
4. Partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon; dan
5. Pasangan calon.
Pasal 45
1. Tata cara pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS dan TPSLN ditetapkan oleh KPU.
2. Tata cara pelaksanaan rekapitulasi hasil perolehan suara oleh Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota ditetapkan oleh KPU.
3. Format Berita Acara penerimaan, format Hasil Penghitungan Suara, format Rekapitulasi Hasil Perolehan Suara di KPPS, KPPSLN, PPS, PPLN, PPK, Panitia Pemilihan Kabupaten/Kota, Panitia Pemilihan Provinsi dan KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41 dan Pasal 42 ditetapkan oleh KPU.
BAB VIII
PENETAPAN CALON TERPILIH DAN PELANTIKAN
Pasal 46
1. Pasangan calon yang mendapatkan suara sah lebih dari 50% (limapuluh persen) dari jumlah suara sah dalam Pemilihan dengan sedikitnya 20% (duapuluh persen) suara sah di setiap Provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah Provinsi di Indonesia, menjadi pasangan calon yang terpilih dan dituangkan dalam Berita Acara yang dibuat oleh KPU.
2. Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat selambat-lambatnya 2 (dua) hari setelah Berita Acara Rekapitulasi sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (5) dan/atau setelah putusan Mahkamah Konstitusi diterima oleh KPU.
3. Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh KPU pada hari yang sama kepada:
1. MPR;
2. Presiden/Pemerintah;
3. Partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon; dan
4. Pasangan calon.
1. MPR melantik pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih pada saat masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden periode sebelumnya berakhir.
2. Jika MPR tidak dapat mengadakan sidang untuk pelantikan, pasangan calon terpilih bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan bersungguh-sungguh dihadapan Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung serta dihadiri oleh Pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya.
Pasal 47
1. Dalam hal tidak ada pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, dipilih kembali dalam Pemilihan oleh rakyat secara langsung.
2. Dalam hal pasangan calon terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh 2 (dua) pasangan calon, maka 2 (dua) pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung.
3. (3) Pemungutan suara dalam Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secepat-cepatnya 2 (dua) bulan dan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah Berita Acara Rekapitulasi sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1), (5) dan (6) dan/ atau setelah putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (3) diterima oleh KPU.
4. Pemungutan dan Penghitungan suara dalam Pemilihan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan berlangsung sesuai prosedur sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (2) sampai dengan Pasal 46.
5. Pasangan calon yang memperoleh suara sah terbanyak dalam pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi pasangan calon terpilih.
6. Pasangan calon terpilih dituangkan dalam Berita Acara oleh KPU dan disampaikan kepada:
1. MPR;
2. Presiden;
3. Partai politik atau gabungan partai politik yang mencalonkan;
4. Pasangan calon.
1. MPR melantik pasangan calon terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima MPR.
2. Jika MPR tidak dapat mengadakan sidang untuk pelantikan, pasangan calon terpilih bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan bersungguh-sungguh dihadapan Pimpinan MPR dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung serta dihadiri oleh Pimpinan Lembaga Tinggi Negara lainnya.
BAB IX
PEMUNGUTAN, PENGHITUNGAN SUARA ULANG DAN PEMUNGUTAN SUARA SUSULAN
Bagian Pertama
Pemungutan Suara Ulang
Pasal 48
Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih keadaan meliputi:
1. pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
2. petugas KPPS meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau alamatnya pada surat suara yang sudah digunakan;
3. lebih dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda;
4. petugas KPPS merusak dengan cara tertentu lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah;
5. lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih diberi kesempatan memberikan suara pada TPS;
6. terdapat lebih dari satu surat suara palsu yang masuk dalam penghitungan dan tercatat dalam Hasil Penghitungan Suara atau Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara; atau
7. g. kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara dan penghitungan suara tidak dapat digunakan.
Pasal 49
Pemungutan suara dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih keadaan meliputi:
1. surat suara palsu tersebar luas termasuk yang dihitung dalam Hasil Penghitungan Suara atau Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara;
2. pemberian uang atau materi lain secara luas untuk mempengaruhi pemilih;
3. kerusuhan meluas yang mengakibatkan hasil pemungutan suara dan penghitungan suara tidak dapat digunakan;
4. bencana alam yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan.
Pasal 50
Pemungutan suara ulang dilaksanakan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari sesudah hari pemungutan suara.
Bagian Kedua
Penghitungan Suara Ulang
Pasal 51
Penghitungan suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan terbukti terdapat satu atau lebih penyimpangan:
1. penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
2. penghitungan suara dilakukan di tempat kurang penerangan cahaya;
3. penempatan para utusan partai politik peserta Pemilihan, pemantau Pemilihan, dan warga masyarakat yang hadir dalam jarak yang sangat jauh dari kegiatan penghitungan suara;
4. pemantau Pemilihan, dan warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses penghitungan suara secara jelas;
5. penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan;
6. terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat suara yang sah dan surat suara yang tidak sah;
7. terjadi perbedaan data jumlah suara pada tingkat TPS dan pada tingkat Panitia Pemilu Kabupaten/Kota atau data jumlah suara pada tingkat Panitia Pemilu Provinsi dan Panitia Pemilu Kabupaten/Kota.
Bagian Ketiga
Pemungutan Suara Susulan
Pasal 52
Pemungutan Suara Susulan dilaksanakan apabila di suatu tempat terjadi bencana alam dan/atau gangguan keamanan yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakan pemungutan suara pada waktu yang ditetapkan
Pasal 53
1. Pelaksanaan pemungutan suara susulan diputuskan oleh Panitia Pemilu Kabupaten/Kota atas usul KPPS.
2. Pemungutan suara susulan harus dilakukan selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari sesudah pemungutan suara.
Pasal 54
Tata cara pelaksanaan pemungutan suara susulan ditetapkan oleh KPU.
BAB X
PEMILIHAN SUSULAN DAN PEMILIHAN ULANG
Pasal 55
1. Pemilihan Susulan dan/atau Pemilihan Ulang diadakan apabila pada suatu daerah terdapat keadaan yang sangat memaksa yang mengakibatkan sebagian atau seluruh proses pelaksanaan Pemilu harus ditunda.
2. Penundaan pelaksanaan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh :
a. Presiden atas usul KPU apabila penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi seluruh Kabupaten/Kota dari satu Provinsi;
b. KPU atas usul Panitia Pemilu Provinsi apabila penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi seluruh kecamatan dari satu Kabupaten/Kota;
c. Panitia Pemilu Provinsi atas usul Panitia Pemilu Kabupaten/Kota apabila penundaan pelaksanaan Pemilihan meliputi satu atau beberapa Kecamatan pada satu Kabupaten/Kota;
d. Panitia Pemilu Kabupaten/Kota atas usul PPK apabila penundaan pelaksanaan meliputi satu atau beberapa Desa/Kelurahan pada satu Kecamatan.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah hasil konsultasi:
a. KPU dengan Presiden/Pemerintah untuk penundaan pelaksanaan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
b. KPU dengan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur untuk penundaan pelaksanaan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
c. KPU dengan Menteri Dalam Negeri, Gubernur/Bupati/Walikota untuk penundaan pelaksanaan Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
(4) Apabila keadaan sudah membaik, Pemilihan Susulan atau Pemilihan Ulang dilaksanakan berdasarkan keputusan pejabat/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 56
(1) Pemilihan Susulan dilakukan apabila tidak seluruh proses penyelenggaraan Pemilihan dapat dilakukan sehingga pelaksanaan Pemilihan susulan dimulai dari proses penyelenggaraan yang terhenti.
(2) Pemilihan Ulang dilakukan apabila seluruh proses penyelenggaraan Pemilihan tidak dapat dilakukan sehingga pelaksanaan Pemilihan ulang dilakukan sejak tahap awal.
Pasal 57
Penetapan Pelaksanaan Pemilihan Susulan dan/atau Pemilihan Ulang dengan tata cara proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dituangkan dalam Keputusan KPU.
BAB XI
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB KPU
Tugas, wewenang dan tanggungjawab KPU dalam Pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor…….Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.
(1) Selain tugas, wewenang dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada Pasal 58, KPU mempunyai tugas :
1. Menyusun petunjuk-pentunjuk pelaksanaan teknis pelaksanaan pemilihan;
2. Meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon;
3. Meneliti persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan;
4. Menetapkan waktu, jadwal dan tata cara kampanye Presiden dan Wakil Presiden;
5. Menetapkan Keputusan tentang Tim Pelaksana Kampanye Pemilihan atas usulan partai politik atau gabungan partai politik dan mendaftar Anggota Tim Pelaksana Kampanye;
6. Menetapkan tata cara pembatalan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden;
7. Menetapkan tata cara, waktu dan institusi audit dana kampanye calon Presiden dan Wakil Presiden;
8. Mengevaluasi hasil audit sumbangan dana kampanye dalam rangka pemilihan Presiden dan Wakil Presiden;
9. Mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye pemilihan berdasarkan hasil audit;
10. Menetapkan tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran kampanye.
11. Melakukan koordinasi dengan Presiden/ Pemerintah, MPR, Mahkamah Konstitusi;
12. Melakukan tugas lain yang dianggap perlu untuk kelancaran penyelenggaraan pemilihan;
13. Menjatuhkan sanksi atas pelanggaran dalam pelaksanaan Pemilihan.
(2) Dalam melaksanakan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, KPU mempunyai wewenang :
a. Menerima pendaftaran pasangan calon dari partai politik atau gabungan partai politik;
b. Menetapkan keputusan penerimaan dan/atau penolakan partai politik atau gabungan partai politik dan/atau pasangan calon yang memenuhi atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8 dan pasal 9 ;
c. Menerima laporan sumbangan dana kampanye dan penggunaannya dari partai politik atau gabungan partai politik.
BAB XII
PENGADAAN DAN DISTRIBUSI PERLENGKAPAN
Pasal 60
1. Pengadaan dan pendistribusian surat suara beserta perlengkapan penyelenggaraan Pemilihan, dilaksanakan secara cepat, tepat, dan akurat dengan memperhatikan aspek kualitas, keamanan, dan hemat anggaran.
2. Pengadaan surat suara dilakukan di dalam negeri dengan mengutamakan percetakan yang berkualitas dan mempunyai kemampuan cetak yang sesuai dengan kebutuhan surat suara.
3. Jumlah surat suara yang dicetak oleh perusahaan percetakan ditetapkan oleh KPU.
4. Pengadaan surat suara beserta perlengkapan penyelenggaraan Pemilihan secara keseluruhan serta distribusinya menjadi tanggung jawab KPU dan dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat Pemilu Provinsi, dan Sekretariat Pemilu Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1. Selama proses pencetakan surat suara pemilihan, perusahaan percetakan harus menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keselamatan surat suara.
2. Secara periodik surat suara yang telah selesai dicetak, diverifikasi dan yang sudah dikirim dan/atau yang masih tersimpan, dibuat Berita Acara yang ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas Sekretariat Jenderal KPU.
3. KPU menempatkan petugas Sekretariat Jenderal KPU di lokasi pencetakan surat suara untuk menjadi saksi dalam setiap pembuatan berita acara verifikasi dan pengiriman surat suara.
Pasal 62
2. Pendistribusian surat suara dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU sesuai peraturan perundang-undangan.
3. Surat suara beserta perlengkapan pelaksanaan Pemilihan harus sudah diterima PPS dan PPLN selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari sebelum pemungutan suara.
4. Tata cara dan teknis pendistribusian surat suara sampai pada KPPS dan KPPSLN ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal KPU.
BAB XIII
Pasal 63
BAB XIV
Bagian Pertama
Pasal 64
(1) Dalam penyelenggaraan pemilihan KPU melakukan pengawasan atas:
1. seluruh kegiatan pelaksanaan Pemilihan;
2. laporan pelanggaran peraturan perundang-undangan Pemilihan;
3. pelanggaran peraturan Pemilihan;
4. penyerahan Berita Acara Penyelidikan.
(2) Tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.
Pemantauan Pemilihan
Pasal 65
2. Pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi orang perseorangan dan/atau, lembaga pemerintahan dan/atau badan hukum.
3. Pemantau Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dari dalam negeri dan luar negeri diatur dalam mekanisme yang ditetapkan oleh KPU setelah berkonsultasi dengan Presiden/Pemerintah.
4. Dalam hal pemantau Pemilihan adalah orang perseorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi syarat :
1. memiliki kompetensi akademik dan/atau kompetensi profesional bidang Pemilu;
2. bersifat independen;
3. mempunyai sumber dana yang jelas.
5. Tata cara pelaksanaan pemantauan Pemilihan, hak dan kewajiban pemantau Pemilihan ditetapkan oleh KPU.
Bagian Ketiga
Penegakan Hukum
Pasal 66
1. Penegakan hukum atas pelanggaran terhadap undang-undang ini dilakukan oleh Pengadilan di lingkungan peradilan umum.
2. Pengaduan atas terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang ini dilakukan oleh KPU.
3. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan oleh penyidik, penuntut umum, dan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
4. Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengadilan Negeri pada tingkat pertama dan Mahkamah Agung untuk tingkat banding dan terakhir.
5. Penyelesaian pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama dua puluh satu hari, dan oleh tingkat Mahkamah Agung paling lama empat belas hari.
BAB XV
SANKSI KHUSUS
Pasal 67
(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang telah mendaftarkan pasangan calon sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2) dan ayat (4) serta telah diumumkan oleh KPU sebagaimana dimaksud Pasal 10, apabila partai politik atau gabungan partai politik menarik kembali calonnya atau pasangan calon mengundurkan diri dikenakan sanksi tidak boleh mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden untuk dua periode pemilihan berikutnya.
(2) Nama pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dicalonkan untuk 2 (dua) periode pemilihan berikutnya.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 68
1. Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang sesuatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun.
2. Setiap orang yang meniru atau memalsukan surat, yang menurut suatu aturan dalam Undang-undang ini, diperlukan untuk menjalankan sesuatu perbuatan dalam Pemilihan, dengan maksud untuk digunakan sendiri atau orang lain sebagai surat sah, dan tidak dipalsukan diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
3. Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa sesuatu surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 69
1. Setiap orang yang dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Pemilihan yang diselenggarakan menurut Undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
2. Setiap orang yang pada waktu diselenggarakannya Pemilihan menurut Undang-undang ini, dengan sengaja dan dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih dengan bebas dan tidak terganggu jalannya kegiatan Pemilihan, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
3. Setiap orang yang pada waktu diselenggarakannya Pemilihan menurut Undang-undang ini, memberi atau menjanjikan penyuapan kepada seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu yang tidak legal, maka dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 (tiga) tahun bagi pemberi dan penerima janji atau suap.
4. Setiap orang yang pada waktu diselenggarakan Pemilihan menurut Undang-undang ini, melakukan tipu muslihat yang menyebabkan suara seseorang pemilih menjadi tidak berharga atau yang menyebabkan partai tertentu mendapatkan tambahan suara, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
5. Setiap orang yang dengan sengaja turut serta dalam Pemilihan menurut Undang-undang ini, dengan mengaku dirinya sebagai orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
6. Setiap orang yang memberikan suaranya lebih dari yang ditetapkan dalam Undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
7. Setiap orang yang pada waktu diselenggarakan Pemilihan menurut Undang-undang ini, dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara yang telah dilakukan, atau melakukan sesuatu perbuatan tipu muslihat atau melakukan manipuasi data , yang menyebabkan hasil pemungutan suara itu menjadi lain dari yang harus diperoleh dengan suara-suara yang diberikan dengan sah, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
8. Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja untuk memberikan suaranya tanpa alasan bahwa pekerjaan dari pekerja itu tidak memungkinkannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
9. Setiap orang yang terbukti memberikan dana kampanye secara langsung untuk kegiatan Kampanye menurut Undang-undang ini, dipidana dengan hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
10. Setiap orang yang memberikan sumbangan dana kampanye melebihi batas yang ditentukan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang-undang ini, diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
11. Seorang penyelenggara Pemilihan yang melalaikan kewajibannya diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 70
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dan Pasal 69 ayat (1) ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (9), ayat (10) dan ayat (11) adalah pelanggaran.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……… NOMOR ………
Sumber Data : KPU, April 2003